PADANG - Komisioner KPU RI, Idham Kholik menegaskan, publik Indonesia telah ikut terseret dalam era post truth yang melanda berdunia. Akibatnya, lanskap kehidupan demokrasi Indonesia juga ikut terseret arus post truth yang cenderung merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Saatnya, media memperteguh peran sebagai penyuara kepentingan publik (voice of the people). Praktisi media harus terus memperkuat idealisme pers, menepis dampak era post truth yang ditandai dengan kemenangan Donald Trump sebagai presiden Amerika dan peristiwa British Exit, ” ungkap Idham di Padang, pada Minggu (05/06).
Pernyataan ini disampaikan Idham Kholik saat jadi pembicara pada seminar nasional yang digagas Pengda JMSI Sumbar di Convention Hall Pemprov Sumatera Barat di Jl Raya Padang-Painan Km 13 Bukit Lampu, Kota Padang, besok, Ahad.
Seminar bertemakan ‘Peran Media Menyukseskan Pemilu 2024 Berkualitas dan Berintegritas’ ini, selain Idham Kholik, juga menghadirkan Ketua Umum Pengurus Pusat JMSI, Teguh Santosa dan Hary Efendi Iskandar (Dewan Pakar JMSI Sumbar sekaligus peneliti utama Pusat Studi Humaniora FIB Unand).
Baca juga:
Dewan Pers Adakan UKW di Bukittinggi
|
Dikatakan Idham, sampai saat ini, pers ditempatkan di tempat terhormat dalam panggung demokrasi Indonesia. Yakni ditempatkan sebagai pilar keempat demokrasi. Karenanya, praktisi media (wartawan) adalah penjaga pilar demokrasi tersebut.
Dalam konteks kehidupan demokrasi, terang Idham, media massa adalah ruang dalam melakukan pendidikan pemilih secara lebih luas. Selain itu, media massa memiliki peran untuk menepis berbagai informasi negatif yang tersebar secara massif di media sosial (medsos).
“Agar post truth tidak terus berkembang di ruang publik, salah satu strategi KPU RI dalam menyelenggarakan Pemilu 2024, masa kampanye baru diumumkan pada 27 Juni 2022 depan. Tujuannya, agar selama masa kampanye, hoaks tidak terus diproduksi dan disebarkan, ” ungkap Idham.
Selain itu, Idham Kholik juga mengapresiasi praktisi media yang ikut aktif memerangi penyebaran hoaks. Salah satu langkah yang dilakukan praktisi media, mengampanyekan gerakan Fact finding atau fact checking.
Hal senada dikatakan Peniliti Utama Pusat Studi Humaniora FIB Unand, Hary Efendi Iskandar. Menurutnya, media memiliki peran besar dalam kesuksesan pembangunan terutama dalam pembangunan iklim demokrasi yang semakin lebih baik.
“Kita tentu tak menginginkan era post truth ini terus berlanjut. KPU di momentum Pemilu 2024 ini, harus mengambil peran agar kehidupan berdemokrasi kita semakin baik, ” harap Hary.
Pers jadi Alat Perang
Sementara, Teguh Santosa menyatakan, saat ini media massa telah dijadikan alat perang paling canggih yang pernah ada. Dia bisa mengalahkan fungsi berbagai peralatan perang tercanggih yang pernah ada.
“Produk media massa, bisa mempengaruhi kepercayaan publik tanpa harus mencederai. Ini sangat berbahaya seperti halnya kejadian glasnost dan perestroika yang jadi salah satu alasan di balik keruntuhan Uni Soviet, ” ungkap Teguh Santosa.
Dikesempatan itu, Teguh juga mengajak praktisi media untuk tak sekadar mengejar click bite. Data 2017 lalu, ungkap Teguh, ada lebih dari 43 ribu media online yang mendiseminasi informasi di ruang publik pascareformasi 1998.
“JMSI sebagai salah satu konstituen Dewan Pers, berkomitmen untuk mewujudkan ekosistem pers yang sehat. Mewujudkan itu, JMSI membutuhkan kerjasama seluruh stake holder agar harapan itu bisa terwujud, ” terangnya.
“Masyarakat pers sendiri, juga berkomitmen kuat mewujudkan ekosistem pers yang sehat ini. Salah satu perwujudannya, dilakukannya uji kompetensi wartawan dengan tiga tingkatan. Kompetensi muda, madya dan utama, ” tambah Teguh.
Aneka perbaikan yang dilakukan masyarakat pers ini, ungkap Teguh, demi menjaga marwah pers agar tak terseret dalam pusaran post truth. “Kabar bohong yang terus diproduksi secara terus menerus, akan membuat publik jadi percaya. Masyarakat pers tentu tak menginginkan ini, karena juga bisa berpotensi membunuh bangsa sendiri, ” tegasnya.
Menurut Teguh, masyarakat pers juga harus terus melakukan literasi pada publik, tentang mana yang substansi informasi (bersumber dari industri media massa) dan mana kabar yang tersiar melalui platform digital (sosial media).
“Post truth itu lahir dari kegamangan masyarakat yang terpengaruh dengan informasi yang tersebar melalui platform digital. Kemudian, penggunanya juga melonjak drastis dimana platform digital juga menyiarkan informasi yang disampaikan media massa, ” tegas teguh.
Seminar nasional ini dibuka Asisten III Pemprov Sumbar, Andri Yulika mewakili gubernur Sumbar. Dia berpesan tentang besarnya pengaruh media ditengah makin menjamurnya industri pers. "Semoga JMSI bisa berperan aktif meningkatkan kualitas literasi masyarakat terutama tentang kepemiluan, " harapnya.
“Dengan peran aktif JMSI dalam menyosialisasikan program dan tahapan Pemilu, diharapkan target partisipasi sebesar 79, 5 persen, ” tambah dia.
Seminar yang berlangsung selama 2 jam lebih yang dipandu Direktur Eksekutif Center for Analisys Research and Development (CARE) Indonesia, Jen Zuldi itu juga diikuti Ketua KPU Sumbar, Yanuk Sri Mulyani dan anggota KPU Sumbar lainnya seperti Izwaryani, Gebril Daulay dan Yuzalmon.
Juga hadir Komisioner yang membidangi Divisi Teknis KPU bersama Kasubag Teknis di 19 kabupaten/kota se-Sumatera Barat. Kemudian, mahasiswa Universitas Andalas serta pengurus JMSI Sumbar, Pengcab JMSI Bukittinggi dan pemegang mandat JMSI Kota Payakumbuh, Wizri Yasir(*).